Iamengguncang dunia dari Singapura ketika ia baru berusia 28 tahun. Ia menjadi pembicaraan di seluruh dunia, setidak-tidaknya di pasar keuangan. Sebuah buku diterbitkan tentang dia, dan bahkan di kemudian hari Hollywood merilis film tentang anak muda ini.

Anak muda ini ditugaskan ke Singapura dari London oleh perusahaan tempat ia bekerja, sebuah investment bank ternama di Inggris, tiga tahun sebelumnya, pada tahun 1992. Dalam usia 25 tahun, ia dipercaya sebagai pimpinan dari unit futures (perdagangan berjangka) perusahaan tersebut di Singapura.  Walaupun hanya unit bisnis kecil, hal ini merupakan sebuah prestasi yang luar biasa, terutama untuk seseorang yang hanya lulusan SMA, dan memulai karirnya sebagai staff administrasi back office.

Oya, Jakarta merupakan sebuah tempat yang istimewa bagi dia, karena di Jakarta lah ia mengenal istrinya. Keberhasilan dia membenahi administrasi kontrak finansial perusahaannya di Jakarta, merupakan sebuah prestasi yang membantu karir dia ke depannya.

Hanya sebuah catatan singkat ditemukan di meja kerjanya, yang bertuliskan: “I’m sorry”. 

Namun pada hari ketika ia mengguncang dunia, yaitu 23 Februari 1995, ia tidak ditemukan. Ia menghilang begitu saja, entah kemana. Hanya sebuah catatan singkat ditemukan di meja kerjanya yang bertuliskan: “I’m sorry”.  Ia meminta dimaafkan, tapi ia tahu ia tidak bakal dimaafkan begitu saja. Oleh karena itulah ia menghilang.

Bersama istrinya ia terbang ke Malaysia, dan kemudian ke Thailand.  Namun ia akhirnya memutuskan pulang ke Inggris. Dalam perjalanan pulang ke Inggris, pesawat yang ditumpanginya transit di Frankfurt, Jerman. Di Frankfurt lah akhirnya petualangannya berakhir. Petugas keamanan menciduknya. Dan ia kembali menjadi pembicaraan dunia.

Nick Leeson diciduk petugas di Frankfurt. Source: The Guardian.

Anak muda ini adalah Nick Leeson, staf junior yang melakukan perdagangan futures ilegal dan menyebabkan bangkrutnya perusahaan investasi dan sekuritas tertua di Inggris, Barings Bank. Kasus ini merupakan kasus kejahatan keuangan terbesar di dunia pada abad ke 20, dari sisi jumlah kerugian yang ditimbulkan dan juga implikasinya dengan kolapsnya sebuah investment bank yang telah berusia ratusan.

Trader Junior yang Menguasai Administrasi Back Office

Nick Leeson bukanlah seorang fund manager atau trader yang berpengalaman. Sebagian besar karirnya adalah di area settlement (administrasi back office). Bahkan, ia baru saja memperoleh lisensi untuk menjadi trader di Singapura. Dan, perusahaannya mempromosikan dan menunjuk dia untuk bertanggung jawab atas keseluruhan bisnis dan operasional Barings di Singapura, termasuk menjadi trader.

Inilah semua latar belakang yang memungkinkan ia membangkrutkan Barings. Satu, ia bukanlah trader berpengalaman. Dua, ia sangat berpengalaman dalam hal settlement dan administrasi, sehingga mampu dengan rapi memalsukan berbagai dokumen dan catatan mengenai aktivitas tradingnya. Tiga, ia bertanggung jawab baik sebagai trader maupun sebagai  settlement dan administrasi, tidak ada pihak independen yang memonitor. Biasanya, kedua aktivitas ini dipisahkan.

Nick Leeson di lantai bursa berjangka Singapura (SIMEX).

Tugas Nick Leeson adalah mengelola bisnis dan operasi unit perdagangan berjangka Barings di Singapura, yang berfokus melakukan transaksi berjangka Indeks Nikkei 225 Jepang. Ia hanya dibolehkan melakukan trading atas nama klien. Kemudian, ia juga dibolehkan untuk melakukan trading ‘arbritase’, yaitu untuk mengeksploitasi perbedaan harga antara Indeks Nikkei 225 yang diperdagangkan di bursa Osaka, Jepang,  dan yang diperdagangkan di Bursa Berjangka Singapura. Teorinya ini merupakan aktivitas perdagangan berjangka berisiko rendah.

“Permasalahan dimulai ketika Nick Leeson membuat rekening khusus, yang ia namakan Rekening 88888.”

Permasalahan dimulai ketika Nick Leeson membuat rekening khusus, yang ia namakan Rekening 88888. Rekening ini awalnya untuk menampung kerugian sebesar GBP20,000 atas kesalahan trading yang dilakukan rekannya. Namun, kemudian ia menggunakan rekening tersebut untuk melakukan perdagangan sendiri, niatnya untuk mengkompensasi kerugian yang muncul atas  kesalahan transaksi. Kemudian ia tergoda untuk terus melakukan transaksi sendiri dan menyembunyikannya dalam rekening ini.

Masalahnya, transaksi perdagangan berjangka adalah transaksi yang berisiko tinggi, dan Nick Leeson bukanlah trader berpengalaman. Akhirnya ia mulai membukukan kerugian. Dan, untuk membukukan kerugian ia mencoba melakukan transaksi sendiri lagi. Akhirnya kerugian terus membengkak. Dalam beberapa bulan, yaitu pada akhir tahun 1992, ia teah membukukan kerugian sekitar GBP2 juta (dua juta poundsterling).

Namun, aktivitas ilegal dan kerugian ini tidak tercium oleh atasannya di London. Justru Nick yang sangat menguasai back office mengirimkan laporan bahwa perusahaan berhasil mencatat keuntungan dari aktivitas trading arbitrase, yang juga mendatangkan bonus baginya. Bahkan, untuk mendukung Nick untuk meningkatkan laba, perusahaannya mengirimkan dana tambahan.

Nick terus melakukan transaksi ilegal, dan makin lama kerugian terus membengkak. Semakin ia mencoba untuk menutup kerugian dengan transaksi baru, semakin banyak kerugian yang ia peroleh. Ini tak ubahnya seorang yang kalah judi, yang mencoba berjudi lagi dengan taruhan yang lebih besar berharap akhirnya ia menang, dan semua kerugian sebelumnya dapat tertutupi. Kerugian membengkak tak terkira, pada akhir tahun 1994 kerugian telah menggunung menjadi GBP208 juta!
“Ini tak ubahnya seorang yang kalah judi, yang mencoba berjudi lagi dengan taruhan yang lebih  besar berharap akhirnya ia menang, dan semua kerugian sebelumnya dapat tertutupi.”

Memasuki tahun 1995, Nick Leeson makin tidak terkendali. Pada tanggal 16 Januari 1995, ia mengambil posisi bernilai besar dalam transaksi berjangka Indeks Nikkei 225, yaitu posisi short straddle. Pada dasarnya, ia memprediksi atau lebih tepatnya bertaruh, Indeks Nikkei tidak akan bergerak banyak. Naasnya, esok hari kota Kobe, Jepang dilanda gempa besar, Indeks Nikkei anjlok, Nick mencatat kerugian liar biasa besarnya.

Kian tak terkontrol dan panik, ia berkali-kali mengambil posisi lebih besar lagi untuk menutupi kerugian dengan berharap Indeks saham Nikkei berbalik naik, namun ini tidak terjadi. Ia menyerah dan memutuskan kabur. Ia hanya meninggalkan catatan “I am sorry” dan juga meninggalkan kerugian sebesar GBP827 juta atau US$1.4 miliar, lebih dari dua kali lipat modal yang dimiliki Barings. Barings, bank investasi terkemuka dunia itu, akhirnya kolaps. Sebuah bank yang telah berdiri dari tahun 1762, bahkan sebelum Pangeran Diponegoro dilahirkan, bangkrut di tangan seorang staf junior berusia 28 tahun, Nick Leeson.

Akhir Perjalanan

Bagaimana akhir perjalanan Nick Leeson? Ia diekstradisi pihak keamanan Jerman ke Singapura, divonis hukuman 6.5 tahun di penjara Changi Singapura. Ia diceraikan istrinya ketika ia dalam penjara, yang akhirnya menikah dengan investment banker lain. Kemudian ia didiagnosa mengidap penyakit kanker. Atas dasar kemanusiaan ia dibebaskan lebih awal, yaitu pada tahun 1999.

Meskipun bukunya diterbitkan, sebuah film Hollywood dirilis tentang kisahnya, ia tidak berhak memperoleh kompensasi apa-apa, karena tindakan kriminal yang dilakukannya.

Saat ini, Nick Leeson menjalani hidup “normal” di sebuah kota kecil di Irlandia. Penyakit kankernya berhasil sembuh setelah proses kemoterapi dan operasi yang panjang. Ia melanjutkan pendidikan ke tingkat universitas, di bidang psikologi. Ia juga telah menikah kembali dan memiliki seorang anak. Bahkan, ia cukup rutin berpergian ke berbagai negara menjadi pembicara, berbicara mengenai kejahatannya, dan membantu perusahaan untuk tidak mengalami nasib seperti perusahaan tempat ia bekerja terdahulu, Barings.

Mr. Leeson mencoba berbagi lesson  dengan dunia.

BACA JUGA

Salam, Riki Frindos – www.FrindosOnFinance.com


Feel free to share with buttons below. Thank you.

LEAVE A REPLY