Survey tiga-tahunan BIS (Bank for Inernational Settlement) pada tahun 2016 lalu mengungkapkan bahwa rata-rata transaksi harian perdagangan mata uang asing atau FX (foreign eXchange) turun menjadi US$5.1 triliun dibandingkan US$5.3 triliun pada tahun 2013. Walau turun, namun angka US$5.1 triliun adalah angka yang sangat besar, dan ini angka transaksi satu hari saja. Tentu kita berfikir, wajar jika transaksi mata uang asing internasional sangat besar karena harus memfasilitasi aktivitas perdagangan dunia yang juga pastinya sangat besar.
Kalau begitu coba kita cari tahu seberapa besar sih nilai perdagangan dunia. Kalau urusan perdagangan, tentu kita sebaiknya tanya pada WTO (World Trade Organization). Menurut laporan WTO tahun 2016 lalu, yang bertajuk “Tinjauan Statitistik Perdagangan Dunia”, nilai perdagangan barang internasional adalah sekitar US$16 triliun. Jumlah US$16 trilun ini mencakup semua aktivitas perdagangan dunia, ekspor dan impor, seperti perdagangan hasil alam, pertanian, barang industri, dan lain-lain.
Aktivitas bisnis antar negara juga melibatkan sektor jasa, seperti transportasi barang, pariwisata, komunikasi dan informasi, dan lain sebagainya. Berdasarkan data WTO, jumlah total aktivitas bisnis internasional yang berkaitan dengan jasa mencapai hampir US$5 trliun. Jadi, total nilai perdagangan dunia adalah sekitar US$21 trliiun, selama setahun penuh.
Nah, jika kita bandingkan dengan nilai transaksi FX dunia yang sehari mencapai US$5.1 triliun, artinya dalam seminggu (US$25.5 triliun) saja sudah melebihi nilai perdagangan barang dan jasa dunia dalam setahun (US$21 trililun). Jadi, buat apa saja transaksi FX tersebut?
“Transaksi FX dunia dalam seminggu saja sudah melebihi nilai perdagangan barang dan jasa dunia dalam setahun”
Kita tahu, bahwa fungsi uang tidak hanya sebagai alat transaksi (“medium of exchange“), tapi juga sebagai alat penyimpanan kekayaan (“store of value“). Dalam kata lain, uang juga merupakan sarana investasi atau untuk memfasilitasi investasi cross-border. Misalnya, jika perusahaan asing ingin berinvestasi di Indonesia (FDI = Foreign Direct Investment), maka mereka perlu mengkonversi mata uang asing tersebut menjadi Rupiah sebelum melakukan aktivitas bisnis di Indonesia, seperti membangun pabrik, membeli mesin dan peralatan di dalam negeri, mengakuisisi bahan baku, atau pun membayar gaji karyawan, dan lain-lain.
Lalu, seberapa besar sih FDI di semua penjuru dunia, aliran investasi di sektor riil dari satu negara ke negara lain? Sebagai acuan, World Bank menyatakan bahwa pada tahun 2015 total FDI global sebesar US$2.1 triliun. Dalam kata lain, total FDI global setahun yang mungkin membutuhkan transaksi mata uang asing ternyata jumlahnya tak sampai separuh transaksi FX dalam sehari. Tapi, perlu diingat, fungsi uang sebagai alat untuk memfasilitasi investasi tidak hanya investasi FDI di sektor riil. Investasi juga dapat dilakukan pada instrumen keuangan di pasar modal seperti saham dan obligasi.
Namun, seringkali transaksi mata uang asing tidak hanya untuk memfasilitasi investasi, tetapi mata uang itu sendiri sendiri menjadi objek invetasi, yaitu aktivitas jual beli mata uang dengan mengharapkan keuntungan atas perubahan harga mata uang itu. Hal ini sering dikategorikan sebagai spekulasi daripada investasi, terutama dalam hal transaksi dilakukan dalam jangka waktu pendek, dalam hitungan hari atau bahkan hitungan detik.
Transaksi Mata Uang Asing/FX Tidak Hanya Sesimpel Beli dan Jual
Perlu diketahui, transaksi FX tidak hanya sesederhana membeli satu mata uang tertentu dengan menjual mata uang lain. Jenis transaksi FX juga bervariasi, selain transaksi jual beli segera (spot), transaksi yang sifatnya derivatif, seperti forward atau swap juga sangat besar. Transaksi derivatif ini secara prinsipal juga untuk mengakomodasi kebutuhan yang riil, seperti perusahaan yang ingin mengelola ketidakpastian dalam bisnis atau investasi mereka.
Sebuah perusahaan yang perlu mengimpor bahan baku dari luar negeri misalnya, atau membayar hutang dalam dollar AS dalam waktu ke depan, namun khawatir dollar AS naik nilainya di masa yang akan datang, tidak perlu membeli dollar AS sekarang, tapi cukup melakukan transaksi derivatif untuk melindungi mereka dari risiko tersebut.
Tidak hanya, perusahaan komersial, tetapi institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, fund manager, hedge fund, atau bahkan Bank Sentral di seluruh dunia juga aktif melakukan transaksi FX termasuk transaksi derivatif untuk mengelola dan melindungi (hedging) bisnis, operasional, dan investasi mereka masing-masing. Bahkan, sebetulnya, transaksi mata uang asing dunia sebagian besar bukanlah transaksi FX sederhana jual-beli segera (spot), akan tetapi transaksi derivatif, seperti forward, FX dan currency swaps, options, dan lain-lain.
Sama halnya dengan transaksi FX spot, transaksi FX derivatif dilakukan tidak hanya untuk mengelola atau melindungi bisnis dan investasi, tapi sering juga instrumen FX derivatif ini menjadi objek investasi itu sendiri. Banks, Fund Managers, atau bahkan perusahaan komersial dan individua melakukan transaksi FX derivatif semata-mata mengharapkan keuntungan. Seringkali aktivitas ini dikategorikan sebagai spekulasi.
Banyak pihak percaya, sebagian besar transaksi FX dunia adalah berkaitan dengan spekulasi, yaitu semata-mata berharap untuk memperoleh keuntungan. Tidak hanya transaksi FX lebih besar dari aktivitas perdagangan dan investasi inernasional, transaksi FX bahkan lebih besar dari total GDP dunia. Total GDP dunia dalam taksiran IMF untuk tahun 2016 adalah sekitar US$78 triliun. Sementara, jika kita asumsikan setahun ada 200 hari trading saja, total transaksi FX setahun akan lebih dari US$100 triliun!
Pro-Kontra Spekulasi di Pasar Mata Uang Asing
Tentu, banyak kekhawatiran mengenai spekulasi FX ini. Beberapa pihak beranggapan, spekulasi FX memberikan kontribusi negatif terhadap perekonomian. Spekulasi dapat menimbulkan volatilitas yang berlebihan dan tidak diinginkan oleh sektor riil. Spekulasi dapat juga mengalihkan modal bahkan produktivitas tenaga kerja dari investasi atau aktivitas yang seharusnya memberikan nilai tambah pada perekonomian. Dalam tataran sosial, FX trading secara unfair akan mempengaruhi pemain perorangan yang tergoda untuk berspekulasi. Karena berdasarkan riset, sebagian besar “day traders” akhirnya mengalami kerugian.
Akan tetapi, banyak pihak juga yang menganggap spekulasi tidak mesti sesuatu yang negatif, bahkan spekulator berperan dalam meningkatkan efisiensi pasar FX. Spekulator lah yang memfasilitasi, mempermudah fungsi mata uang sebagai alat pembayaran atau pun alat investasi dengan menyediakan likuiditas di pasar. Spekulator juga tidak semata-mata diasosiasikan dengan sekelompok trader yang melakukan perdagangan jangka pendek untuk meraih keuntungan. Tetapi juga institusi keuangan besar dan profesional yang melakukan aktivitas menyediakan likuiditas di pasar, bagian dari peran mereka sebagai institusi keuangan. Tanpa “spekulator”, pasar FX mungkin akan dangkal, instrumen yang tersedia juga terbatas.
Pada akhirnya, spekulasi di pasar FX, seperti di pasar keuangan lainnya, akan tetap eksis dengan segala kontroversinya. Betul, mereka membantu meningkatkan likuiditas dan efisiensi pasar, akan tetapi spekulasi yang berlebihan akan membawa konsekuensi negatif yang tidak diharapkan. Pertanyaannya, seberapa banyak yang dianggap terlalu berlebihan atau tidak, dan apakah otoritas perlu melakukan intervensi untuk membatasi atau bahkan melarang spekulasi, atau membiarkan pasar ‘mengkoreksi diri sendiri’.
— Baca juga: Yang Menyebabkan Kurs Mata Uang Naik Turun
— Baca juga: Tingkat Pengangguran Naik Ketika Semakin Banyak Orang Bekerja?
Salam, RF – www.FrindosOnFinance.com
Feel free to share with buttons below. Thank you.