dua puluh tahun lebih berkarir sebagai profesional investasi, pertanyaan yang paling sering saya terima dari kerabat dan handai taulan adalah, berapa nilai dollar AS minggu depan atau bulan depan. Seringkali saya menjawab bahwa saya tidak tahu jawabannya. Mungkin, banyak dari mereka yang kecewa, barangkali menganggap saya tidak mau berbagi tips. Sebagian mungkin menganggap saya profesional investasi yang tidak kompeten. Lha, di koran atau televisi banyak sekali pengamat yang memberikan prediksi tentang nilai dollar atau rupiah.
Dalam perjalanan karir saya di Singapura, saya sempat menjadi Currency Strategist di Global Macro team pada salah satu perusahaan manajer investasi terbesar di Asia. Sebuah pekerjaan yang sangat menarik. Tap dapat saya simpulkan, dibandingkan dengan jenis asset lain yang saya pernah kelola, mata uang merupakan asset yang paling sulit untuk diprediksi dengan akurat. Tapi saya lega, karena saya tidak sendiri, sebagian besar profesional pasar keuangan atau ekonom akan setuju dengan saya, memprediksi pergerakan mata uang secara akurat adalah salah satu pekerjaan terberat.
Ada dua hal utama yang mendasari. Pertama, faktor-faktor yang mendorong pergerakan mata uang itu sangat banyak dan kompleks, dan relevansi faktor-faktor tersebut berubah-ubah. Yang kedua, mata uang adalah salah satu aset keuangan yang paling efisien, karena banyaknya pemain yang terlibat dan akses informasi yang tersedia banyak.
Namun, bukan berarti kita tidak tahu apa-apa tentang apa yang terjadi dengan mata uang.
Kali ini saya akan membahas apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan sebuah mata uang, misalnya Rupiah. Saya akan bagi dalam dua tulisan, yang pertama dalam jangka PANJANG (tulisan ini), yang kedua faktor-faktor yang mempengaruhi mata uang dalam jangka MENENGAH.
Harga Barang = Nilai Uang
Secara singkat, dalam jangka panjang yang paling relevan adalah valuasi, nilai intrinsik dari mata uang. Bagaimana memperkirakan nilai intrinsik dari mata uang? Tidak gampang dan tidak ada sesuatu yang exact seperti dalam ilmu eksakta. Pada dasarnya kita balik lagi pada hal yang sangat mendasar, apa fungsi uang dan bagaimana uang dinilai dalam fungsinya itu. Fungsi uang yang paling dasar adalah sebagai alat tukar, alat tukar yang generik dalam sebuah transaksi ekonomi.
Lalu, bagaimana uang dinilai dalam fungsinya sebagai alat tukar? HARGA. Harga sebuah barang dalam sisi yang lain adalah “nilai” mata uang itu sendiri. Naik turunnya harga barang yang sama, seringkali mencerminkan naik turunnya nilai uang. Tentu, dalam jangka pendek harga barang bisa bervariasi karena banyak hal, tapi perubahan harga barang yang identik secara konsisten dalam periode waktu yg lebih panjang mencerminkan perubahan nilai mata uang.
Misal, harga beras sekilo hari ini adalah Rp10 ribu, 5 tahun lagi harga beras dengan spesifikasi yang sama naik menjadi Rp20ribu, sebagian besar dari kenaikan “harga” beras tersebut adalah penurunan “nilai” mata uang. Kita tahu, kenaikan harga barang-barang ini dikenal sebagai inflasi. Jadi, inflasi di satu sisi kita baca sebagai kenaikan harga barang-barang, di sisi lain terbaca sebagai penurunan nilai mata uang. Jika inflasi tinggi maka nilai intrinsik uang juga turun lebih cepat. Jika inflasi tidak terlalu tinggi, penurunan nilai mata uang tidak terlalu cepat.
“Jadi, inflasi di satu sisi kita baca sebagai kenaikan harga barang-barang, di sisi lain terbaca sebagai penurunan nilai mata uang.”
Inflasi dan Nilai Tukar Mata Uang
Bagaimana, misalnya, jika inflasi di Indonesia secara terus menerus lebih tinggi inflasi di AS? Tentu, nilai mata uang Indonesia (Rupiah) akan turun lebih cepat dari penurunan mata uang AS (Dollar AS). Dalam kata lain, Rupiah dalam jangka panjang akan melemah terhadap dollar AS. Jadi, faktor utama yang menyebabkan suatu mata uang melemah atau menguat terhadap mata uang lain, dalam jangka panjang, adalah perbedaan inflasi.
Seperti terlihat dalam grafik di atas, inflasi Indonesia secara konsisten selalu lebih tinggi dari AS. Jadi, dari perspektif ini wajar Rupiah cenderung melemah terhada USD. Perhatikan perbedaan skala sumbu dalam grafik di atas. Inflasi Indonesia garis biru dengan sumbu sebelah kiri, rangenya sekitar +3% s/d +12%. Inflasi AS garis hitam sumbu sebelah kanan, rangenya -2% s/d +5%.
REER
Jika kita sesuaikan nilai tukar dollar AS terhadap Rupiah dengan perbedaan inflasi kedua negara, maka kita akan mendapatkan “nilai tukar riil” (real exchange rate) antar dollar AS dan rupiah. Misalnya, jika nilai nominal Rupiah terhadap dollar AS melemah 10%, tetapi pada saat yang sama inflasi Indonesia juga lebih besar 10% dari AS, maka nilai tukar riil (real exchange rate) Rupiah vs dollar AS tidak berubah.
Rupiah memiliki real exchange rate dengan negara-negara lain juga, yaitu nilai tukar rupiah dengan mata uang negara-negara tersebut, setelah disesuaikan dengan perbedaan inflasi antar kedua negara. Jika nilai tukar riil rupiah dengan semua negara-negara ini — yaitu negara mitra dagang kita — digabungkan dalam sebuah indeks, indeks tersebut dinamakan Nilai Tukar Riil Efektif atau lebih dikenal sebagai REER (Real Effective Exchange Rate).
Currency Strategist atau Ekonom biasanya memonitor perubahan REER ini dari waktu ke waktu. Teorinya, REER tidak boleh berubah banyak, karena perubahan inflasi telah direfleksikan dalam nilai tukar aktual (nominal) itu sendiri maka REER tidak berubah. Realitanya, tentu REER juga berubah, karena perubahan nilai tukar aktual di pasar tidak hanya merefleksikan perbedaan inflasi, apalagi dalam jangka pendek dan panjang. Biasanya, selama REER tidak perubah melebihi range tertentu, baik naik ataupun turun, nilai mata uang masih dianggap wajar.
Catatan: REER dapat juga berubah banyak dan dianggap wajar jika ada perubahan struktural/mendasar dalam sebuah perekonomian, yaitu produktivitas dan terms of trade (TOT). It’s OK kalau REER naik banyak kalau itu diiringi dengan meningkatnya produktivitas sebuah perekonmian dan/atau meningkatnya harga-harga barang ekspor negara itu terhadap harga barang-barang yang diimpor (Terms of Trade). Topik ini sedikit teknis, mungkin di lain kesempatan kita bahas terpisah.
PPP
Saya tidak berbicara tentang sebuah partai politik di sini! PPP adalah singkatan dari Purchasing Power Parity, sebuah istilah yang sering digunakan dalam ilmu ekonomi. Menurut teori PPP, dalam konteks nilai tukar mata uang, nilai mata uang harus merefleksikan kesamaan daya beli (purchasing power parity). Misal, kalau semangkok bubur kacang hijau di AS harganya US$1, sementara di Indonesia bubur kacang hijau dengan spesifikasi yang sama Rp5.000, artinya nilai $1 = Rp5.000, as simple as that!
Tentu, dalam praktek, tidak hanya mengacu pada satu harga barang, tapi sekelompok harga barang-barang yang merepresentasikan daya beli mata uang secara umum.
Secara konsep memang sederhana, tapi perlu diberlakukan penyesuaian-penyesuaian. Harga barang berbeda di satu negara dan negara lain karena beberapa hal, seperti kemampuan produksi atau produktivitas, hambatan perdagangan, dan efisiensi. Jadi, ketika disesuaikan dengan faktor-faktor di atas, barangkali diperkirakan nilai wajar US$1 terhadap Rupiah adalah Rp10.000. Ekonom secara reguler juga memonitor apakah perubahan nilai mata uang sudah merefleksikan perubahan PPP dan faktor-faktor sturuktural lainnya.
Dapat kita simpulkan, yang menentukan nilai intrinsik mata-uang dalam jangka panjang adalah inflasi. Oleh karena itu, perubahan nilai mata uang satu negara terhadap negara lain, dalam jangka panjang, ditentukan oleh perbedaan inflasi antara kedua negara. REER, dan berbagai macam variannya, adalah valuasi yang digunakan untuk memonitor ini. Selain itu, PPP juga digunakan dalam memvaluasi nilai tukar mata-uang, dengan membandingkan daya beli mata uang yang berbeda di negara yang berbeda terhadap barang yang sama.
BACA JUGA:
— Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mata Uang Dalam Jangka Menengah
— Ke(tidak)sempurnaan Seorang Pemimpin
— Mitos Sharing Economy dan Perusahaan Teknologi
— Black Monday: Ketika Awan Hitam Menyelimuti Bursa
— Louis Vuitton dan Hermes Hanya Jual Merek?
Salam, RF – www.FrindosOnFinance.com
Feel free to share with buttons below. Thank you.