Tigapuluh tahun yang lalu, menjelang akhir pekan pada pertengahan bulan Oktober 1987, alam murka di langit Eropa. Topan dan badai dengan kekuatan sangat tinggi menghantam Perancis dan Inggris. Kerusakan besar melanda kedua negara, termasuk ibukota Inggris, London. Ratusan ribu rumah mengalami kerusakan, jutaan pohon tumbang bergeletakan. Di Inggris saja, tercatat 1.3 juta laporan insiden dan kerusakan dari masyarakat dan badan pemerintah. Kerusakan infrastruktur seperti jalan dan pasokan listrik mempengaruhi jutaan penduduk untuk sekian lama.  Dan, tidak hanya kerusakan fisik, korban manusia pun tak terelakkan, termasuk puluhan korban jiwa yang melayang.

Tragisnya, badai besar yang sekarang kemudian dinamakan Great Storm itu, tidak diantisipasi dengan baik oleh masyarakat dan pemerintah. Badan Meteorologi mendapat kritikan pedas dari masyarakat. Meskipun ada beberapa ramalan mengenai kemungkinan cuaca buruk, namun tidak ada indikasi akan terjadi bencana sedemikian besar, sehingga masyarakat tidak mempersiapkan diri sama sekali.

Di tengah bencana besar ini, bursa saham London, salah satu bursa saham terbesar dunia, tidak dapat beroperasi penuh. Sementara di belahan dunia lain, di benua Asia dan Amerika, bursa saham tengah mengalami gejolak yang cukup tinggi, yang telah berlangsung sejak beberapa hari sebelumnya.

Bull Market di Amerika Serikat

Setelah mengalami resesi pada awal 1980-an, ekonomi AS mengalami pemulihan yang cukup kuat pada tahun-tahun berikutnya, yang diiringi oleh kenaikan indeks saham. Namun melewati pertengahan tahun  1980-an, pertumbuhan meski berlanjut mulai melambat. Indeks saham di sisi lain masih terus melanjutkan rallynya, didukung oleh aktivitas korporasi.  Merger dan akuisisi marak, terutama yang didanai oleh hutang (leveraged buy out/LBO). Memasuki tahun 1987, sentimen bulish  makin kuat, indeks Dow Jones AS terus melejit dan menyentuh rekor 2,722 pada bulan Agustus 1987, atau naik secara sangat signifikan, yaitu sebesar 44% dibanding level pada akhir tahun 1986.

Mulai ada kekhawatiran di pasar apakah valuasi saham sudah cukup mahal dengan PE Ratio menyentuh 20x.  Untuk mengantisipasi overheating  dalam ekonomi dan pasar The Fed, bank sentral Amerika, sebetulnya sudah mulai menaikkan suku bunga dari awal tahun. Suku bunga obligasi juga mengikuti pergerakan suku bunga the Fed. Faktor valuasi dan kenaikan suku bunga membuat pelaku pasar cemas, terutama terhadap risiko dari aktivitas LBO, penerbitan hutang untuk mengakuisi perusahaan.

Setelah menembus rekor pada bulan Agustus 1987, pasar mulai goyah dan perlahan mengalami koreksi. Beberapa investor mulai memproteksi portofolio mereka dari kemungkinan merosotnya harga saham dengan menjual/short indeks saham di pasar berjangka/futures.Teknologi komputer mulai digunakan untuk aktivitas transaksi di bursa saham, yang menambah riuhnya pasar. Pada pertengahan Oktober 1987, volatilitas di pasar meningkat tajam. Insiden geopolitik di timur tengah yang mengakibatkan kapal tanker AS dihajar misil Iran, turut menambah kegugupan pasar.

Awan Hitam di Langit Bursa

Hari Rabu, tanggal 14 Oktober, indeks Dow Jones AS anjlok tajam sebesar 3.8%. Pada hari Kamis keesokannya, 15 Oktober 2017,  indeks masih melorot cukup besar sebesar 2.4%. Kemudian, disusul dengan penurunan tajam pada keesokan harinya Jumat, ketika indeks Dow Jones AS amblas 4.6%. Kegamangan tidak hanya terjadi di AS, tapi juga di berbagai pasar saham seluruh dunia.  

Hanya, bursa saham London yang cukup ‘beruntung’ pada hari Jumat itu, karena ditutup berkaitan dengan Great Storm yang melibas London dan sekitarnya. Sepanjang akhir pekan, ketika masyarakat Inggris dan Perancis berbenah dari bencana badai besar, para investor di bursa saham dengan gugupnya mengantisipasi ‘badai’ lainnya, yaitu kemungkinan anjloknya indeks pada hari Senin. Sebelum pasar London dibuka pada pagi itu, bursa-bursa Asia yang dibuka lebih awal telah bergelimangan darah. Indeks saham FTSE 100 London tak tertahankan lagi, terjun bebas lebih dari 10 persen pada hari Senin itu.

Pasar AS dibuka pada hari Senin itu dengan sentimen negatif yang sangat tinggi menyusul koreksi-koreksi minggu sebelumnya, dan terkaparnya berbagai bursa saham di Asia dan Eropa. Seperti tercatat dalam sejarah, hari Senin itu bursa saham AS akhirnya mencetak rekor baru yang masih belum terpecahkan hingga hari ini. Kepanikan pasar yang luar biasa mendorong amblasnya indeks saham AS sebesar 22.6% dalam satu hari saja! Hari Senin itu tercatat sebagai hari yang paling mencekam dalam sejarah bursa saham di AS, catatan gelap yang masih diingat oleh banyak orang hingga hari ini, ketika awan hitam menyelimuti bursa-bursa saham di AS dan di seluruh dunia: Black Monday.

“Hari Senin itu tercatat sebagai hari yang paling mencekam dalam sejarah bursa saham di AS, catatan gelap yang masih diingat oleh banyak orang hingga hari ini, ketika awan hitam menyelimuti bursa-bursa saham di AS dan di seluruh dunia: Black Monday.”

Betul, Black Monday pada 19 Oktober 1987 tidak hanya terjadi di AS, tetapi juga di Asia dan Eropa ketika bursa-bursa saham terkapar tak berdaya. Akan tetapi kejatuhan indeks saham di bursa AS paling fenomenal, dan menjadi catatan rekor hingga hari ini. Sepertinya rekor jatuhnya indeks sebesar 22.6% di AS tidak akan pernah terpecahkan lagi, karena sejak terjadinya black monday tersebut beberapa ‘pengamanan’ dilakukan di pasar.

Sama halnya dengan yang terjadi di Inggris dan Perancis dimana pemerintah dan badan meteorologi meningkatkan kemampuan dan sistemnya dalam mengantisipasi bencana alam besar, bursa saham AS juga melakukan yang sama. Untuk pertama kali aturan “circuit breaker” diterapkan di pasar, yaitu untuk menghentikan perdagangan pasar, sementara atau secara permanen, jika terjadi penurunan indeks dan kepanikan yang luar biasa di pasar. Tujuannya untuk memberikan ketenangan pada investor, dan memberikan mereka waktu untuk mencari informasi yang lengkap untuk membuat keputusan investasi yang lebih rasional.

Untuk pertama kalinya juga dilakukan analisa yang serius terhadap algo trading, aktivitas perdagangan, atau lebih tepatnya keputusan dalam melakukan transaksi, yang menggunakan komputer.  Untuk mengetahui apakah hal ini dapat memicu atau mengekskalasi kepanikan di pasar.

Namun, seperti rakyat Perancis dan Inggris yang mampu bangkit penuh percaya diri dari bencana great storm, pasar saham di AS juga mengalami pemulihan. Implikasi negatif terhadap perekonomian AS, yang sebelumnya banyak dikhawatirkan ekonom, tidak terjadi. Penurunan suku bunga oleh bank sentral AS dianggap membantu menjaga pertumbuhan. Kurang dari dua tahun sejak black monday, indeks Dow Jones AS telah melewati rekor yang dicapai pada bulan Agustus 1987.

Baca juga: Mitos Sharing Economy dan Perusahaan Teknologi

Baca juga: Ke(tidak)sempurnaan Seorang Pemimpin

Baca juga: Menyoal Suku Bunga Kredit yang Tinggi

 

Salam, RF – www.FrindosOnFinance.com


LEAVE A REPLY